Selasa, 08 April 2025

Konsep-Konsep Kunci dalam Audit Laporan Keuangan

Pemahaman mendalam mengenai konsep-konsep kunci berikut ini sangat esensial bagi siapa pun yang terlibat dalam atau menggunakan hasil audit laporan keuangan. Konsep-konsep ini membentuk landasan teoritis dan praktis bagi pelaksanaan audit.

Materialitas (Materiality)

Materialitas adalah salah satu konsep paling fundamental dalam audit dan akuntansi. Konsep ini berkaitan dengan signifikansi atau pentingnya suatu informasi dalam konteks laporan keuangan secara keseluruhan.

  • Definisi: Standar Audit mendefinisikan materialitas sebagai besarnya suatu penghilangan (omission) atau salah saji (misstatement) informasi akuntansi yang, dengan memperhatikan kondisi-kondisi yang melingkupinya, memungkinkan bahwa pertimbangan pihak yang independen dan berkepentingan yang mengandalkan informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh penghilangan atau salah saji tersebut. Dengan kata lain, suatu informasi dianggap material jika ketidakakuratan atau ketiadaannya dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna laporan keuangan. Materialitas bukanlah konsep absolut, melainkan relatif terhadap ukuran dan sifat entitas serta konteks informasi.  
  • Pentingnya Materialitas: Materialitas meresap ke dalam seluruh proses audit. Konsep ini menjadi dasar penerapan standar audit, terutama standar pekerjaan lapangan dan pelaporan. Auditor menggunakan materialitas untuk:
    • Merencanakan Audit: Menentukan sifat, saat, dan luas prosedur audit yang akan dilaksanakan. Terdapat hubungan terbalik antara tingkat materialitas dan jumlah bukti audit yang diperlukan; semakin rendah tingkat materialitas, semakin banyak bukti yang dibutuhkan.  
    • Mengevaluasi Bukti dan Salah Saji: Menilai signifikansi salah saji yang ditemukan selama audit, baik secara individual maupun agregat.  
    • Merumuskan Opini Audit: Menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari salah saji material.  
  • Pertimbangan Kuantitatif dan Kualitatif: Penentuan materialitas bukanlah sekadar perhitungan matematis, melainkan melibatkan pertimbangan profesional (professional judgment) auditor. Pertimbangan ini mencakup:
    • Faktor Kuantitatif: Biasanya berupa persentase dari suatu dasar (benchmark) tertentu dalam laporan keuangan, seperti laba sebelum pajak, total pendapatan, total aset, atau ekuitas. Praktik umum sering menggunakan kisaran persentase tertentu (misalnya, 5-10% dari laba bersih sebelum pajak untuk perusahaan stabil, atau 0.5-1% dari total aset untuk perusahaan dalam tahap pengembangan). Contoh perhitungan dapat menggunakan panduan tabel seperti yang dikeluarkan AICPA atau persentase sederhana dari benchmark (misal, 5% dari laba sebelum pajak seperti pada kasus PT Mandom ).  
    • Faktor Kualitatif: Mempertimbangkan sifat dan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material mungkin dianggap material secara kualitatif jika, misalnya, melibatkan kecurangan, tindakan ilegal, mempengaruhi tren laba, berdampak pada kepatuhan terhadap perjanjian kredit (loan covenants), atau berkaitan dengan integritas manajemen.  
  • Tingkatan Materialitas: Auditor menetapkan materialitas pada beberapa tingkatan:
    • Materialitas Tingkat Laporan Keuangan Keseluruhan (Overall Materiality): Jumlah maksimum salah saji yang diyakini auditor dapat ditoleransi dalam laporan keuangan secara keseluruhan tanpa mempengaruhi keputusan pengguna.  
    • Materialitas Pelaksanaan (Performance Materiality): Jumlah atau jumlah-jumlah yang ditetapkan oleh auditor pada tingkat yang lebih rendah dari materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Tujuannya adalah untuk mengurangi kemungkinan (ke tingkat rendah yang tepat) bahwa agregat dari salah saji yang tidak dikoreksi dan tidak terdeteksi melebihi materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Performance materiality juga dapat ditetapkan untuk golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan tertentu (specific materiality).  
    • Salah Saji yang Dapat Ditoleransi (Tolerable Misstatement / Tolerable Error - TE): Penerapan performance materiality pada prosedur sampling audit tertentu. Seringkali ditetapkan sebagai persentase (misalnya 50-75%) dari materialitas awal yang dialokasikan ke suatu akun atau prosedur.  

Risiko Audit (Audit Risk - AR)

Risiko audit adalah konsep fundamental yang mengakui bahwa audit tidak dapat memberikan jaminan absolut bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji.

  • Definisi: Risiko audit adalah risiko bahwa auditor menyatakan opini audit yang tidak tepat (misalnya, memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian) ketika laporan keuangan mengandung salah saji material. Tujuan auditor adalah merencanakan dan melaksanakan audit untuk mengurangi risiko audit ini ke tingkat rendah yang dapat diterima (acceptably low level).  
  • Model Risiko Audit: Hubungan antara komponen-komponen risiko audit secara konseptual sering dinyatakan dalam model: AR = IR x CR x DR Dimana:
    • AR = Risiko Audit (Audit Risk)
    • IR = Risiko Bawaan (Inherent Risk)
    • CR = Risiko Pengendalian (Control Risk)
    • DR = Risiko Deteksi (Detection Risk) Model ini membantu auditor dalam memahami bagaimana penilaian atas IR dan CR mempengaruhi tingkat DR yang dapat diterima untuk mencapai tingkat AR yang diinginkan.
  • Komponen Risiko Audit:
    • Risiko Bawaan (Inherent Risk - IR): Ini adalah kerentanan suatu asersi (saldo akun, golongan transaksi, atau pengungkapan) terhadap salah saji yang bisa jadi material, dengan mengasumsikan tidak terdapat pengendalian internal terkait. Risiko ini melekat pada sifat bisnis, industri, atau transaksi itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain: kompleksitas transaksi atau perhitungan akuntansi , tingkat judgment atau estimasi yang terlibat , sifat aset (misalnya, kas lebih rentan dicuri daripada bangunan) , kondisi industri atau ekonomi , integritas dan motivasi manajemen , hasil audit sebelumnya , dan apakah ini merupakan perikatan audit tahun pertama. Risiko bawaan tidak dapat dihilangkan oleh auditor, tetapi harus dinilai.  
    • Risiko Pengendalian (Control Risk - CR): Ini adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak akan dapat dicegah, atau dideteksi dan dikoreksi, secara tepat waktu oleh sistem pengendalian internal entitas. Risiko ini merupakan fungsi dari efektivitas desain dan implementasi serta operasi pengendalian internal perusahaan. Beberapa tingkat risiko pengendalian akan selalu ada karena adanya keterbatasan inheren dalam setiap sistem pengendalian internal (misalnya, kemungkinan human error, kolusi, atau manajemen mengesampingkan pengendalian). Auditor menilai risiko pengendalian melalui pemahaman dan pengujian pengendalian internal.  
    • Risiko Deteksi (Detection Risk - DR): Ini adalah risiko bahwa prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor untuk mengurangi risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima, tidak akan berhasil mendeteksi salah saji yang ada dan bisa jadi material. Risiko deteksi adalah satu-satunya komponen risiko audit yang dapat dikendalikan atau dipengaruhi secara langsung oleh auditor. Auditor mengendalikan DR dengan menyesuaikan sifat, saat, dan luas prosedur audit yang dilaksanakan. Semakin rendah tingkat DR yang diinginkan, semakin ekstensif prosedur audit yang harus dilakukan. Risiko deteksi memiliki dua komponen: risiko sampling (sampling risk) yaitu risiko bahwa sampel yang dipilih tidak representatif, dan risiko non-sampling (non-sampling risk) yaitu risiko kesalahan auditor dalam menerapkan prosedur atau menginterpretasikan hasil.  
  • Interaksi Antar Komponen: Model Risiko Audit (AR = IR x CR x DR) menunjukkan hubungan terbalik antara tingkat Risiko Kesalahan Penyajian Material (Risk of Material Misstatement - RoMM = IR x CR) dengan tingkat Risiko Deteksi (DR) yang dapat diterima. Untuk menjaga Risiko Audit (AR) pada tingkat rendah yang diinginkan (misalnya 5%), jika auditor menilai IR dan CR tinggi (RoMM tinggi), maka auditor harus menetapkan tingkat DR yang sangat rendah. Untuk mencapai DR yang rendah, auditor harus melakukan prosedur audit yang lebih ekstensif (lebih banyak bukti, prosedur yang lebih ketat, waktu pengujian mendekati akhir tahun). Sebaliknya, jika IR dan CR dinilai rendah, auditor dapat menerima tingkat DR yang lebih tinggi, yang berarti prosedur audit bisa lebih sedikit atau kurang ekstensif. Hubungan ini dapat dirumuskan sebagai: DR = AR / (IR x CR).  

Bukti Audit (Audit Evidence)

Bukti audit adalah landasan dari opini auditor. Tanpa bukti yang memadai dan tepat, auditor tidak dapat menarik kesimpulan yang valid mengenai kewajaran laporan keuangan.

  • Definisi: Bukti audit adalah segala informasi yang digunakan oleh auditor dalam menarik kesimpulan yang menjadi dasar opini audit. Bukti audit mencakup baik informasi yang terkandung dalam catatan akuntansi yang mendasari laporan keuangan (seperti jurnal, buku besar, buku pembantu, faktur, kontrak) maupun informasi lain yang relevan (seperti konfirmasi dari pihak ketiga, laporan analis, data pembanding industri, risalah rapat, hasil observasi dan inspeksi auditor).  
  • Syarat Kecukupan dan Ketepatan (Sufficiency and Appropriateness): Auditor wajib merancang dan melaksanakan prosedur audit untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat.
    • Kecukupan (Sufficiency): Merupakan ukuran kuantitas bukti audit. Jumlah bukti audit yang diperlukan dipengaruhi oleh penilaian auditor atas risiko kesalahan penyajian material (semakin tinggi risiko yang dinilai, semakin banyak bukti audit yang mungkin diperlukan) dan juga oleh kualitas bukti audit tersebut (semakin tinggi kualitasnya, semakin sedikit bukti yang mungkin diperlukan). Faktor lain yang mempengaruhi kecukupan adalah materialitas.  
    • Ketepatan (Appropriateness): Merupakan ukuran kualitas bukti audit, yang mencakup relevansi dan reliabilitasnya dalam mendukung kesimpulan yang menjadi dasar opini auditor.
      • Relevansi (Relevance): Berkaitan dengan hubungan logis atau kaitan bukti audit dengan, atau pengaruhnya terhadap, tujuan prosedur audit dan, jika relevan, asersi yang sedang dipertimbangkan. Sebagai contoh, konfirmasi piutang relevan untuk menguji asersi keberadaan piutang, tetapi kurang relevan untuk menguji asersi penilaian (kolektibilitas) piutang.  
      • Reliabilitas (Reliability): Keandalan bukti audit dipengaruhi oleh sumber dan sifatnya. Secara umum, reliabilitas bukti audit meningkat jika:
        • Diperoleh dari sumber independen di luar entitas (misalnya, konfirmasi bank lebih andal daripada catatan kas internal).  
        • Pengendalian internal terkait yang diterapkan oleh entitas efektif.  
        • Diperoleh secara langsung oleh auditor (misalnya, observasi oleh auditor lebih andal daripada tanya jawab dengan klien).  
        • Berbentuk dokumen asli daripada fotokopi atau faksimili.  
        • Berbentuk dokumen (baik kertas maupun elektronik) daripada representasi lisan.  
        • Diperoleh dari individu yang kompeten dan independen (misal, pendapat ahli).          
  • Jenis-Jenis Bukti Audit: Auditor memperoleh bukti audit melalui berbagai prosedur. Jenis bukti yang umum dikumpulkan meliputi :
    • Inspeksi (Inspection): Pemeriksaan atas catatan atau dokumen (internal atau eksternal) atau pemeriksaan fisik atas aset.
    • Observasi (Observation): Melihat langsung proses atau prosedur yang dilakukan oleh orang lain (misalnya, observasi penghitungan persediaan oleh personel klien).
    • Konfirmasi Eksternal (External Confirmation): Memperoleh bukti audit sebagai respons langsung tertulis dari pihak ketiga kepada auditor (misalnya, konfirmasi saldo bank, piutang, utang).  
    • Perhitungan Ulang (Recalculation): Memeriksa keakuratan matematis dokumen atau catatan.
    • Pelaksanaan Ulang (Reperformance): Pelaksanaan independen oleh auditor atas prosedur atau pengendalian yang semula telah dilakukan sebagai bagian dari pengendalian internal entitas.
    • Prosedur Analitis (Analytical Procedures): Mengevaluasi informasi keuangan melalui analisis hubungan yang masuk akal antara data keuangan dan non-keuangan.
    • Permintaan Keterangan (Inquiry): Mencari informasi dari personel yang memiliki pengetahuan di dalam atau di luar entitas, baik secara lisan maupun tertulis.

Keputusan auditor mengenai prosedur audit mana yang akan digunakan, ukuran sampel, item spesifik yang dipilih, dan waktu pelaksanaan prosedur sangat bergantung pada penilaian risiko dan upaya untuk memperoleh bukti yang cukup dan tepat.  

Asersi Manajemen (Management Assertions)

Asersi manajemen adalah jantung dari proses audit karena menghubungkan laporan keuangan yang disajikan manajemen dengan pekerjaan audit yang dilakukan auditor.

  • Definisi: Asersi adalah representasi (pernyataan) oleh manajemen, baik secara eksplisit maupun implisit, yang terkandung di dalam laporan keuangan. Representasi ini digunakan oleh auditor untuk mempertimbangkan berbagai jenis kemungkinan salah saji yang dapat terjadi. Pada dasarnya, ketika manajemen menyajikan laporan keuangan, mereka secara implisit atau eksplisit membuat pernyataan mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan berbagai elemen laporan keuangan dan pengungkapan terkait.  
  • Kategori Asersi: Standar Audit (berbasis ISA) mengelompokkan asersi manajemen ke dalam tiga kategori utama yang digunakan auditor dalam menilai risiko dan merancang prosedur audit :
    1. Asersi tentang Golongan Transaksi dan Peristiwa untuk Periode yang Diaudit:
      • Keterjadian (Occurrence): Transaksi dan peristiwa yang telah dicatat benar-benar terjadi dan berkaitan dengan entitas.
      • Kelengkapan (Completeness): Semua transaksi dan peristiwa yang seharusnya dicatat telah dicatat.
      • Keakuratan (Accuracy): Jumlah dan data lain yang berkaitan dengan transaksi dan peristiwa yang dicatat telah dicatat secara akurat.
      • Pisah Batas (Cut-off): Transaksi dan peristiwa telah dicatat dalam periode akuntansi yang benar.
      • Klasifikasi (Classification): Transaksi dan peristiwa telah dicatat dalam akun yang tepat.
    2. Asersi tentang Saldo Akun pada Akhir Periode:
      • Keberadaan (Existence): Aset, liabilitas, dan ekuitas benar-benar ada.
      • Hak dan Kewajiban (Rights and Obligations): Entitas memiliki atau mengendalikan hak atas aset, dan liabilitas merupakan kewajiban entitas.
      • Kelengkapan (Completeness): Semua aset, liabilitas, dan ekuitas yang seharusnya dicatat telah dicatat.
      • Penilaian dan Alokasi (Valuation and Allocation): Aset, liabilitas, dan ekuitas dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang tepat dan penyesuaian penilaian atau alokasi yang dihasilkan telah dicatat secara tepat.
    3. Asersi tentang Penyajian dan Pengungkapan:
      • Keterjadian serta Hak dan Kewajiban (Occurrence and Rights and Obligations): Peristiwa, transaksi, dan hal lain yang diungkapkan telah terjadi dan berkaitan dengan entitas.
      • Kelengkapan (Completeness): Semua pengungkapan yang seharusnya dicantumkan dalam laporan keuangan telah dicantumkan.
      • Klasifikasi dan Keterpahaman (Classification and Understandability): Informasi keuangan disajikan dan dijelaskan secara tepat, dan pengungkapan dinyatakan secara jelas.
      • Keakuratan dan Penilaian (Accuracy and Valuation): Informasi keuangan dan informasi lainnya diungkapkan secara wajar dan pada jumlah yang tepat.
  • Penggunaan dalam Audit: Auditor menggunakan asersi ini dengan cara mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji material pada tingkat asersi. Kemudian, auditor merancang dan melaksanakan prosedur audit yang responsif terhadap risiko yang dinilai tersebut untuk setiap asersi yang relevan. Dengan kata lain, asersi berfungsi sebagai "jembatan" konseptual. Auditor memecah komponen laporan keuangan (misalnya, saldo piutang usaha) menjadi asersi-asersi yang melekat padanya (keberadaan, kelengkapan, hak, penilaian), lalu merancang prosedur audit spesifik (misalnya, konfirmasi untuk keberadaan, analisis umur piutang untuk penilaian) untuk menguji setiap asersi tersebut.  

Tabel: Kategori Asersi Manajemen dan Contoh Penerapannya

Kategori Asersi

Nama Asersi

Deskripsi Singkat

Contoh Penerapan pada Akun (Penjualan & Piutang Usaha)

Golongan Transaksi & Peristiwa (Periode Audit)

Keterjadian (Occurrence)

Transaksi penjualan yang dicatat benar-benar terjadi (barang dikirim/jasa diberikan).

Memeriksa bukti pengiriman atau kontrak jasa untuk transaksi penjualan yang tercatat.

Kelengkapan (Completeness)

Semua transaksi penjualan yang terjadi telah dicatat.

Menelusuri dokumen pengiriman ke jurnal penjualan untuk memastikan semua pengiriman telah dicatat sebagai penjualan.

Keakuratan (Accuracy)

Transaksi penjualan dicatat pada jumlah yang benar (harga x kuantitas, diskon, PPN).

Memeriksa faktur penjualan, daftar harga, dan perhitungan matematis.

Pisa Batas (Cut-off)

Transaksi penjualan dicatat pada periode akuntansi yang tepat (sebelum atau sesudah tanggal neraca).

Memeriksa faktur penjualan dan dokumen pengiriman beberapa hari sebelum dan sesudah tanggal neraca untuk memastikan pencatatan pada periode yang benar.

Klasifikasi (Classification)

Transaksi penjualan dicatat pada akun pendapatan yang sesuai (misal, penjualan produk vs. pendapatan jasa).

Mereview jurnal penjualan untuk memastikan klasifikasi akun pendapatan sudah tepat.

Saldo Akun (Akhir Periode)

Keberadaan (Existence)

Saldo piutang usaha yang tercatat di neraca benar-benar ada (merupakan klaim yang sah terhadap pelanggan).

Mengirim konfirmasi saldo kepada pelanggan terpilih.

Hak & Kewajiban (Rights & Obligations)

Perusahaan memiliki hak tagih yang sah atas piutang usaha tersebut (tidak dijual/digadaikan).

Meminta keterangan manajemen dan mereview perjanjian kredit mengenai kemungkinan piutang digadaikan.

Kelengkapan (Completeness)

Semua piutang usaha yang dimiliki perusahaan pada tanggal neraca telah dicatat.

Melakukan prosedur analitis (misal, membandingkan rasio perputaran piutang dengan tahun sebelumnya) dan prosedur pisah batas penjualan.

Penilaian & Alokasi (Valuation & Allocation)

Piutang usaha disajikan pada nilai bersih yang dapat direalisasikan (setelah dikurangi penyisihan piutang tak tertagih).

Menganalisis umur piutang (aging schedule), mengevaluasi kecukupan penyisihan piutang tak tertagih, memeriksa pembayaran setelah tanggal neraca.

Penyajian & Pengungkapan

Keterjadian, Hak & Kewajiban

Pengungkapan terkait piutang (misal, piutang pihak berelasi, piutang digadaikan) benar-benar terjadi dan relevan.

Memeriksa dasar pengungkapan piutang pihak berelasi atau piutang yang digadaikan.

Kelengkapan (Completeness)

Semua pengungkapan yang disyaratkan SAK terkait piutang usaha telah disajikan (misal, kebijakan akuntansi piutang).

Memastikan semua pengungkapan wajib terkait piutang sesuai SAK telah ada dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

Klasifikasi & Keterpahaman

Piutang usaha diklasifikasikan dengan benar (misal, lancar vs. tidak lancar) dan pengungkapan mudah dipahami.

Mereview klasifikasi piutang di neraca dan kejelasan bahasa dalam pengungkapan terkait.

Keakuratan & Penilaian

Jumlah dan informasi lain yang diungkapkan terkait piutang (misal, rincian penyisihan) akurat dan wajar.

Memeriksa akurasi angka dalam pengungkapan (misal, rekonsiliasi penyisihan piutang) dan kewajaran estimasi terkait.

Pengendalian Internal (Internal Control)

Pengendalian internal merupakan fondasi penting bagi keandalan pelaporan keuangan dan efisiensi operasi suatu entitas.

  • Definisi: Pengendalian internal adalah suatu proses yang dirancang, diimplementasikan, dan dipelihara oleh dewan komisaris (atau pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola/TCWG), manajemen, dan personel lain entitas untuk memberikan keyakinan memadai (reasonable assurance) mengenai pencapaian tujuan entitas dalam hal: (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Ini mencakup struktur organisasi, metode, serta ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk melindungi aset, memastikan akurasi data akuntansi, mendorong efisiensi, dan memastikan kepatuhan terhadap kebijakan manajemen. Pengendalian internal bukanlah suatu kejadian tunggal, melainkan serangkaian tindakan yang meresap dalam aktivitas entitas.  
  • Tujuan Pengendalian Internal (Relevan untuk Audit): Meskipun pengendalian internal mencakup tujuan operasi dan kepatuhan, fokus utama auditor dalam audit laporan keuangan adalah pada pengendalian yang berkaitan dengan keandalan pelaporan keuangan. Namun, pengendalian terkait operasi dan kepatuhan juga bisa relevan jika berdampak pada data yang digunakan auditor dalam menerapkan prosedur audit atau mengevaluasi kewajaran laporan keuangan. Tujuan pengendalian internal dalam konteks pelaporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa transaksi dicatat dengan benar, aset dilindungi dari penggunaan atau pelepasan yang tidak sah, dan laporan keuangan disusun sesuai dengan kerangka pelaporan yang berlaku.  
  • Komponen Pengendalian Internal: Kerangka kerja pengendalian internal yang paling luas diakui adalah yang dikembangkan oleh Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO). Kerangka ini, yang juga dirujuk dalam standar audit, mengidentifikasi lima komponen pengendalian internal yang saling terkait :
    1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment): Menetapkan "nada di puncak" organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian personelnya. Ini mencakup integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, partisipasi dewan komisaris atau komite audit, filosofi dan gaya operasi manajemen, struktur organisasi, serta penetapan wewenang dan tanggung jawab. Lingkungan pengendalian merupakan fondasi bagi semua komponen lainnya.  
    2. Penilaian Risiko (Risk Assessment): Proses identifikasi dan analisis risiko relevan oleh manajemen untuk mencapai tujuan entitas, membentuk dasar bagaimana risiko harus dikelola.
    3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities): Kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan arahan manajemen dilaksanakan. Contohnya termasuk otorisasi transaksi, reviu kinerja, pemrosesan informasi, pengendalian fisik aset, dan pemisahan tugas.  
    4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication): Identifikasi, penangkapan, dan pertukaran informasi dalam bentuk dan waktu yang memungkinkan personel melaksanakan tanggung jawab mereka. Sistem informasi yang relevan dengan pelaporan keuangan mencakup metode dan catatan untuk mencatat, memproses, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas.
    5. Pemantauan (Monitoring Activities): Proses penilaian kualitas kinerja pengendalian internal sepanjang waktu. Ini melibatkan penilaian desain dan operasi pengendalian secara tepat waktu dan pengambilan tindakan korektif yang diperlukan.
  • Relevansi dalam Audit: Pemahaman atas pengendalian internal sangat krusial bagi auditor. Standar Audit (SA 315 Revisi) mewajibkan auditor untuk memperoleh pemahaman tentang pengendalian internal yang relevan dengan audit. Pemahaman ini digunakan untuk:
    • Mengidentifikasi jenis potensi salah saji.
    • Mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi risiko salah saji material (RoMM).  
    • Merancang sifat, saat, dan luas prosedur audit selanjutnya (pengujian pengendalian dan substantif). Auditor tidak bertujuan untuk memberikan opini atas efektivitas pengendalian internal dalam audit laporan keuangan standar , melainkan menggunakan pemahaman tersebut sebagai dasar penilaian risiko. Jika auditor menemukan defisiensi signifikan dalam pengendalian internal selama audit, ia wajib mengkomunikasikannya kepada manajemen dan TCWG. Pemahaman dan pengujian pengendalian internal, oleh karena itu, bukanlah tujuan akhir audit, melainkan sarana penting untuk menilai risiko dan merancang prosedur audit substantif yang efektif dan efisien.  

Keterkaitan antara materialitas, risiko audit, dan bukti audit menjadi inti dari strategi audit. Auditor harus menyeimbangkan ketiga konsep ini. Keputusan mengenai tingkat materialitas akan mempengaruhi penilaian risiko auditor, yang pada gilirannya akan menentukan jumlah dan jenis bukti audit yang perlu dikumpulkan untuk mengurangi risiko audit ke tingkat yang dapat diterima. Hubungan dinamis ini menuntut pertimbangan profesional yang cermat di setiap tahapan audit.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perbandingan Sistem Persediaan Periodik dan Perpetual dalam Akuntansi Persediaan

  I. Pendahuluan A. Pentingnya Akuntansi Persediaan Persediaan barang dagang merupakan salah satu aset paling signifikan dalam neraca ba...