Pemahaman mendalam mengenai konsep-konsep kunci berikut ini sangat esensial bagi siapa pun yang terlibat dalam atau menggunakan hasil audit laporan keuangan. Konsep-konsep ini membentuk landasan teoritis dan praktis bagi pelaksanaan audit.
Materialitas (Materiality)
Materialitas adalah salah satu konsep paling fundamental
dalam audit dan akuntansi. Konsep ini berkaitan dengan signifikansi atau
pentingnya suatu informasi dalam konteks laporan keuangan secara keseluruhan.
- Definisi:
Standar Audit mendefinisikan materialitas sebagai besarnya suatu
penghilangan (omission) atau salah saji (misstatement) informasi akuntansi
yang, dengan memperhatikan kondisi-kondisi yang melingkupinya,
memungkinkan bahwa pertimbangan pihak yang independen dan berkepentingan
yang mengandalkan informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh
penghilangan atau salah saji tersebut. Dengan kata lain, suatu informasi
dianggap material jika ketidakakuratan atau ketiadaannya dapat
mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna laporan keuangan. Materialitas
bukanlah konsep absolut, melainkan relatif terhadap ukuran dan sifat
entitas serta konteks informasi.
- Pentingnya
Materialitas: Materialitas meresap ke dalam seluruh proses audit.
Konsep ini menjadi dasar penerapan standar audit, terutama standar
pekerjaan lapangan dan pelaporan. Auditor menggunakan materialitas untuk:
- Merencanakan
Audit: Menentukan sifat, saat, dan luas prosedur audit yang akan
dilaksanakan. Terdapat hubungan terbalik antara tingkat materialitas dan
jumlah bukti audit yang diperlukan; semakin rendah tingkat materialitas,
semakin banyak bukti yang dibutuhkan.
- Mengevaluasi
Bukti dan Salah Saji: Menilai signifikansi salah saji yang ditemukan
selama audit, baik secara individual maupun agregat.
- Merumuskan Opini Audit: Menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari salah saji material.
- Pertimbangan
Kuantitatif dan Kualitatif: Penentuan materialitas bukanlah sekadar
perhitungan matematis, melainkan melibatkan pertimbangan profesional
(professional judgment) auditor. Pertimbangan ini mencakup:
- Faktor
Kuantitatif: Biasanya berupa persentase dari suatu dasar (benchmark)
tertentu dalam laporan keuangan, seperti laba sebelum pajak, total
pendapatan, total aset, atau ekuitas. Praktik umum sering menggunakan
kisaran persentase tertentu (misalnya, 5-10% dari laba bersih sebelum
pajak untuk perusahaan stabil, atau 0.5-1% dari total aset untuk
perusahaan dalam tahap pengembangan). Contoh perhitungan dapat
menggunakan panduan tabel seperti yang dikeluarkan AICPA atau persentase
sederhana dari benchmark (misal, 5% dari laba sebelum pajak seperti pada
kasus PT Mandom ).
- Faktor Kualitatif: Mempertimbangkan sifat dan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material mungkin dianggap material secara kualitatif jika, misalnya, melibatkan kecurangan, tindakan ilegal, mempengaruhi tren laba, berdampak pada kepatuhan terhadap perjanjian kredit (loan covenants), atau berkaitan dengan integritas manajemen.
- Tingkatan
Materialitas: Auditor menetapkan materialitas pada beberapa tingkatan:
- Materialitas
Tingkat Laporan Keuangan Keseluruhan (Overall Materiality): Jumlah
maksimum salah saji yang diyakini auditor dapat ditoleransi dalam laporan
keuangan secara keseluruhan tanpa mempengaruhi keputusan pengguna.
- Materialitas
Pelaksanaan (Performance Materiality): Jumlah atau jumlah-jumlah yang
ditetapkan oleh auditor pada tingkat yang lebih rendah dari materialitas
untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Tujuannya adalah untuk
mengurangi kemungkinan (ke tingkat rendah yang tepat) bahwa agregat dari
salah saji yang tidak dikoreksi dan tidak terdeteksi melebihi
materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Performance
materiality juga dapat ditetapkan untuk golongan transaksi, saldo akun,
atau pengungkapan tertentu (specific materiality).
- Salah
Saji yang Dapat Ditoleransi (Tolerable Misstatement / Tolerable Error -
TE): Penerapan performance materiality pada prosedur sampling audit
tertentu. Seringkali ditetapkan sebagai persentase (misalnya 50-75%) dari
materialitas awal yang dialokasikan ke suatu akun atau prosedur.
Risiko Audit (Audit Risk - AR)
Risiko audit adalah konsep fundamental yang mengakui bahwa
audit tidak dapat memberikan jaminan absolut bahwa laporan keuangan bebas dari
salah saji.
- Definisi:
Risiko audit adalah risiko bahwa auditor menyatakan opini audit yang tidak
tepat (misalnya, memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian) ketika laporan
keuangan mengandung salah saji material. Tujuan auditor adalah
merencanakan dan melaksanakan audit untuk mengurangi risiko audit ini ke
tingkat rendah yang dapat diterima (acceptably low level).
- Model
Risiko Audit: Hubungan antara komponen-komponen risiko audit secara
konseptual sering dinyatakan dalam model: AR = IR x CR x DR Dimana:
- AR
= Risiko Audit (Audit Risk)
- IR
= Risiko Bawaan (Inherent Risk)
- CR
= Risiko Pengendalian (Control Risk)
- DR = Risiko Deteksi (Detection Risk) Model ini membantu auditor dalam memahami bagaimana penilaian atas IR dan CR mempengaruhi tingkat DR yang dapat diterima untuk mencapai tingkat AR yang diinginkan.
- Komponen
Risiko Audit:
- Risiko
Bawaan (Inherent Risk - IR): Ini adalah kerentanan suatu asersi
(saldo akun, golongan transaksi, atau pengungkapan) terhadap salah saji
yang bisa jadi material, dengan mengasumsikan tidak terdapat pengendalian
internal terkait. Risiko ini melekat pada sifat bisnis, industri, atau transaksi
itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain: kompleksitas
transaksi atau perhitungan akuntansi , tingkat judgment atau estimasi
yang terlibat , sifat aset (misalnya, kas lebih rentan dicuri daripada
bangunan) , kondisi industri atau ekonomi , integritas dan motivasi
manajemen , hasil audit sebelumnya , dan apakah ini merupakan perikatan
audit tahun pertama. Risiko bawaan tidak dapat dihilangkan oleh auditor,
tetapi harus dinilai.
- Risiko
Pengendalian (Control Risk - CR): Ini adalah risiko bahwa suatu salah
saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak akan dapat
dicegah, atau dideteksi dan dikoreksi, secara tepat waktu oleh sistem
pengendalian internal entitas. Risiko ini merupakan fungsi dari
efektivitas desain dan implementasi serta operasi pengendalian internal
perusahaan. Beberapa tingkat risiko pengendalian akan selalu ada karena
adanya keterbatasan inheren dalam setiap sistem pengendalian internal
(misalnya, kemungkinan human error, kolusi, atau manajemen
mengesampingkan pengendalian). Auditor menilai risiko pengendalian
melalui pemahaman dan pengujian pengendalian internal.
- Risiko
Deteksi (Detection Risk - DR): Ini adalah risiko bahwa prosedur audit
yang dilaksanakan oleh auditor untuk mengurangi risiko audit ke tingkat
rendah yang dapat diterima, tidak akan berhasil mendeteksi salah saji
yang ada dan bisa jadi material. Risiko deteksi adalah satu-satunya komponen
risiko audit yang dapat dikendalikan atau dipengaruhi secara langsung
oleh auditor. Auditor mengendalikan DR dengan menyesuaikan sifat, saat,
dan luas prosedur audit yang dilaksanakan. Semakin rendah tingkat DR yang
diinginkan, semakin ekstensif prosedur audit yang harus dilakukan. Risiko
deteksi memiliki dua komponen: risiko sampling (sampling risk) yaitu
risiko bahwa sampel yang dipilih tidak representatif, dan risiko
non-sampling (non-sampling risk) yaitu risiko kesalahan auditor dalam
menerapkan prosedur atau menginterpretasikan hasil.
- Interaksi
Antar Komponen: Model Risiko Audit (AR = IR x CR x DR) menunjukkan
hubungan terbalik antara tingkat Risiko Kesalahan Penyajian Material (Risk
of Material Misstatement - RoMM = IR x CR) dengan tingkat Risiko Deteksi
(DR) yang dapat diterima. Untuk menjaga Risiko Audit (AR) pada tingkat
rendah yang diinginkan (misalnya 5%), jika auditor menilai IR dan CR
tinggi (RoMM tinggi), maka auditor harus menetapkan tingkat DR yang sangat
rendah. Untuk mencapai DR yang rendah, auditor harus melakukan prosedur
audit yang lebih ekstensif (lebih banyak bukti, prosedur yang lebih ketat,
waktu pengujian mendekati akhir tahun). Sebaliknya, jika IR dan CR dinilai
rendah, auditor dapat menerima tingkat DR yang lebih tinggi, yang berarti
prosedur audit bisa lebih sedikit atau kurang ekstensif. Hubungan ini
dapat dirumuskan sebagai: DR = AR / (IR x CR).
Bukti Audit (Audit Evidence)
Bukti audit adalah landasan dari opini auditor. Tanpa bukti
yang memadai dan tepat, auditor tidak dapat menarik kesimpulan yang valid
mengenai kewajaran laporan keuangan.
- Definisi:
Bukti audit adalah segala informasi yang digunakan oleh auditor dalam
menarik kesimpulan yang menjadi dasar opini audit. Bukti audit mencakup
baik informasi yang terkandung dalam catatan akuntansi yang mendasari
laporan keuangan (seperti jurnal, buku besar, buku pembantu, faktur,
kontrak) maupun informasi lain yang relevan (seperti konfirmasi dari pihak
ketiga, laporan analis, data pembanding industri, risalah rapat, hasil
observasi dan inspeksi auditor).
- Syarat
Kecukupan dan Ketepatan (Sufficiency and Appropriateness): Auditor
wajib merancang dan melaksanakan prosedur audit untuk memperoleh bukti
audit yang cukup dan tepat.
- Kecukupan
(Sufficiency): Merupakan ukuran kuantitas bukti audit. Jumlah
bukti audit yang diperlukan dipengaruhi oleh penilaian auditor atas
risiko kesalahan penyajian material (semakin tinggi risiko yang dinilai,
semakin banyak bukti audit yang mungkin diperlukan) dan juga oleh
kualitas bukti audit tersebut (semakin tinggi kualitasnya, semakin
sedikit bukti yang mungkin diperlukan). Faktor lain yang mempengaruhi
kecukupan adalah materialitas.
- Ketepatan
(Appropriateness): Merupakan ukuran kualitas bukti audit, yang
mencakup relevansi dan reliabilitasnya dalam mendukung kesimpulan yang
menjadi dasar opini auditor.
- Relevansi
(Relevance): Berkaitan dengan hubungan logis atau kaitan bukti audit
dengan, atau pengaruhnya terhadap, tujuan prosedur audit dan, jika
relevan, asersi yang sedang dipertimbangkan. Sebagai contoh, konfirmasi
piutang relevan untuk menguji asersi keberadaan piutang, tetapi kurang
relevan untuk menguji asersi penilaian (kolektibilitas) piutang.
- Reliabilitas
(Reliability): Keandalan bukti audit dipengaruhi oleh sumber dan
sifatnya. Secara umum, reliabilitas bukti audit meningkat jika:
- Diperoleh
dari sumber independen di luar entitas (misalnya, konfirmasi bank lebih
andal daripada catatan kas internal).
- Pengendalian
internal terkait yang diterapkan oleh entitas efektif.
- Diperoleh
secara langsung oleh auditor (misalnya, observasi oleh auditor lebih
andal daripada tanya jawab dengan klien).
- Berbentuk
dokumen asli daripada fotokopi atau faksimili.
- Berbentuk
dokumen (baik kertas maupun elektronik) daripada representasi lisan.
- Diperoleh dari individu yang kompeten dan independen (misal, pendapat ahli).
- Jenis-Jenis
Bukti Audit: Auditor memperoleh bukti audit melalui berbagai prosedur.
Jenis bukti yang umum dikumpulkan meliputi :
- Inspeksi
(Inspection): Pemeriksaan atas catatan atau dokumen (internal atau
eksternal) atau pemeriksaan fisik atas aset.
- Observasi
(Observation): Melihat langsung proses atau prosedur yang dilakukan
oleh orang lain (misalnya, observasi penghitungan persediaan oleh
personel klien).
- Konfirmasi
Eksternal (External Confirmation): Memperoleh bukti audit sebagai
respons langsung tertulis dari pihak ketiga kepada auditor (misalnya,
konfirmasi saldo bank, piutang, utang).
- Perhitungan
Ulang (Recalculation): Memeriksa keakuratan matematis dokumen atau
catatan.
- Pelaksanaan
Ulang (Reperformance): Pelaksanaan independen oleh auditor atas
prosedur atau pengendalian yang semula telah dilakukan sebagai bagian
dari pengendalian internal entitas.
- Prosedur
Analitis (Analytical Procedures): Mengevaluasi informasi keuangan
melalui analisis hubungan yang masuk akal antara data keuangan dan
non-keuangan.
- Permintaan Keterangan (Inquiry): Mencari informasi dari personel yang memiliki pengetahuan di dalam atau di luar entitas, baik secara lisan maupun tertulis.
Keputusan auditor mengenai prosedur audit mana yang akan
digunakan, ukuran sampel, item spesifik yang dipilih, dan waktu pelaksanaan
prosedur sangat bergantung pada penilaian risiko dan upaya untuk memperoleh
bukti yang cukup dan tepat.
Asersi Manajemen (Management Assertions)
Asersi manajemen adalah jantung dari proses audit karena
menghubungkan laporan keuangan yang disajikan manajemen dengan pekerjaan audit
yang dilakukan auditor.
- Definisi:
Asersi adalah representasi (pernyataan) oleh manajemen, baik secara
eksplisit maupun implisit, yang terkandung di dalam laporan keuangan.
Representasi ini digunakan oleh auditor untuk mempertimbangkan berbagai
jenis kemungkinan salah saji yang dapat terjadi. Pada dasarnya, ketika
manajemen menyajikan laporan keuangan, mereka secara implisit atau
eksplisit membuat pernyataan mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian,
dan pengungkapan berbagai elemen laporan keuangan dan pengungkapan
terkait.
- Kategori
Asersi: Standar Audit (berbasis ISA) mengelompokkan asersi manajemen
ke dalam tiga kategori utama yang digunakan auditor dalam menilai risiko
dan merancang prosedur audit :
- Asersi
tentang Golongan Transaksi dan Peristiwa untuk Periode yang Diaudit:
- Keterjadian
(Occurrence): Transaksi dan peristiwa yang telah dicatat benar-benar
terjadi dan berkaitan dengan entitas.
- Kelengkapan
(Completeness): Semua transaksi dan peristiwa yang seharusnya
dicatat telah dicatat.
- Keakuratan
(Accuracy): Jumlah dan data lain yang berkaitan dengan transaksi dan
peristiwa yang dicatat telah dicatat secara akurat.
- Pisah Batas (Cut-off): Transaksi dan peristiwa telah dicatat dalam periode
akuntansi yang benar.
- Klasifikasi
(Classification): Transaksi dan peristiwa telah dicatat dalam akun
yang tepat.
- Asersi
tentang Saldo Akun pada Akhir Periode:
- Keberadaan
(Existence): Aset, liabilitas, dan ekuitas benar-benar ada.
- Hak
dan Kewajiban (Rights and Obligations): Entitas memiliki atau
mengendalikan hak atas aset, dan liabilitas merupakan kewajiban entitas.
- Kelengkapan
(Completeness): Semua aset, liabilitas, dan ekuitas yang seharusnya
dicatat telah dicatat.
- Penilaian
dan Alokasi (Valuation and Allocation): Aset, liabilitas, dan
ekuitas dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang tepat dan
penyesuaian penilaian atau alokasi yang dihasilkan telah dicatat secara
tepat.
- Asersi
tentang Penyajian dan Pengungkapan:
- Keterjadian
serta Hak dan Kewajiban (Occurrence and Rights and Obligations):
Peristiwa, transaksi, dan hal lain yang diungkapkan telah terjadi dan
berkaitan dengan entitas.
- Kelengkapan
(Completeness): Semua pengungkapan yang seharusnya dicantumkan dalam
laporan keuangan telah dicantumkan.
- Klasifikasi
dan Keterpahaman (Classification and Understandability): Informasi
keuangan disajikan dan dijelaskan secara tepat, dan pengungkapan
dinyatakan secara jelas.
- Keakuratan dan Penilaian (Accuracy and Valuation): Informasi keuangan dan informasi lainnya diungkapkan secara wajar dan pada jumlah yang tepat.
- Penggunaan
dalam Audit: Auditor menggunakan asersi ini dengan cara
mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji material pada tingkat
asersi. Kemudian, auditor merancang dan melaksanakan prosedur audit yang
responsif terhadap risiko yang dinilai tersebut untuk setiap asersi yang
relevan. Dengan kata lain, asersi berfungsi sebagai "jembatan"
konseptual. Auditor memecah komponen laporan keuangan (misalnya, saldo
piutang usaha) menjadi asersi-asersi yang melekat padanya (keberadaan,
kelengkapan, hak, penilaian), lalu merancang prosedur audit spesifik
(misalnya, konfirmasi untuk keberadaan, analisis umur piutang untuk
penilaian) untuk menguji setiap asersi tersebut.
Tabel: Kategori Asersi Manajemen dan Contoh
Penerapannya
Kategori Asersi |
Nama Asersi |
Deskripsi Singkat |
Contoh Penerapan pada Akun (Penjualan & Piutang
Usaha) |
Golongan Transaksi & Peristiwa (Periode Audit) |
Keterjadian (Occurrence) |
Transaksi penjualan yang dicatat benar-benar terjadi
(barang dikirim/jasa diberikan). |
Memeriksa bukti pengiriman atau kontrak jasa untuk
transaksi penjualan yang tercatat. |
Kelengkapan (Completeness) |
Semua transaksi penjualan yang terjadi telah dicatat. |
Menelusuri dokumen pengiriman ke jurnal penjualan untuk
memastikan semua pengiriman telah dicatat sebagai penjualan. |
|
Keakuratan (Accuracy) |
Transaksi penjualan dicatat pada jumlah yang benar (harga
x kuantitas, diskon, PPN). |
Memeriksa faktur penjualan, daftar harga, dan perhitungan
matematis. |
|
Pisa Batas (Cut-off) |
Transaksi penjualan dicatat pada periode akuntansi yang
tepat (sebelum atau sesudah tanggal neraca). |
Memeriksa faktur penjualan dan dokumen pengiriman beberapa
hari sebelum dan sesudah tanggal neraca untuk memastikan pencatatan pada
periode yang benar. |
|
Klasifikasi (Classification) |
Transaksi penjualan dicatat pada akun pendapatan yang
sesuai (misal, penjualan produk vs. pendapatan jasa). |
Mereview jurnal penjualan untuk memastikan klasifikasi
akun pendapatan sudah tepat. |
|
Saldo Akun (Akhir Periode) |
Keberadaan (Existence) |
Saldo piutang usaha yang tercatat di neraca benar-benar
ada (merupakan klaim yang sah terhadap pelanggan). |
Mengirim konfirmasi saldo kepada pelanggan terpilih. |
Hak & Kewajiban (Rights & Obligations) |
Perusahaan memiliki hak tagih yang sah atas piutang usaha
tersebut (tidak dijual/digadaikan). |
Meminta keterangan manajemen dan mereview perjanjian
kredit mengenai kemungkinan piutang digadaikan. |
|
Kelengkapan (Completeness) |
Semua piutang usaha yang dimiliki perusahaan pada tanggal
neraca telah dicatat. |
Melakukan prosedur analitis (misal, membandingkan rasio
perputaran piutang dengan tahun sebelumnya) dan prosedur pisah batas
penjualan. |
|
Penilaian & Alokasi (Valuation &
Allocation) |
Piutang usaha disajikan pada nilai bersih yang dapat
direalisasikan (setelah dikurangi penyisihan piutang tak tertagih). |
Menganalisis umur piutang (aging schedule), mengevaluasi
kecukupan penyisihan piutang tak tertagih, memeriksa pembayaran setelah
tanggal neraca. |
|
Penyajian & Pengungkapan |
Keterjadian, Hak & Kewajiban |
Pengungkapan terkait piutang (misal, piutang pihak
berelasi, piutang digadaikan) benar-benar terjadi dan relevan. |
Memeriksa dasar pengungkapan piutang pihak berelasi atau
piutang yang digadaikan. |
Kelengkapan (Completeness) |
Semua pengungkapan yang disyaratkan SAK terkait piutang
usaha telah disajikan (misal, kebijakan akuntansi piutang). |
Memastikan semua pengungkapan wajib terkait piutang sesuai
SAK telah ada dalam Catatan atas Laporan Keuangan. |
|
Klasifikasi & Keterpahaman |
Piutang usaha diklasifikasikan dengan benar (misal, lancar
vs. tidak lancar) dan pengungkapan mudah dipahami. |
Mereview klasifikasi piutang di neraca dan kejelasan
bahasa dalam pengungkapan terkait. |
|
Keakuratan & Penilaian |
Jumlah dan informasi lain yang diungkapkan terkait piutang
(misal, rincian penyisihan) akurat dan wajar. |
Memeriksa akurasi angka dalam pengungkapan (misal,
rekonsiliasi penyisihan piutang) dan kewajaran estimasi terkait. |
Pengendalian Internal (Internal Control)
Pengendalian internal merupakan fondasi penting bagi
keandalan pelaporan keuangan dan efisiensi operasi suatu entitas.
- Definisi:
Pengendalian internal adalah suatu proses yang dirancang,
diimplementasikan, dan dipelihara oleh dewan komisaris (atau pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola/TCWG), manajemen, dan personel lain
entitas untuk memberikan keyakinan memadai (reasonable assurance) mengenai
pencapaian tujuan entitas dalam hal: (a) keandalan pelaporan keuangan, (b)
efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku. Ini mencakup struktur organisasi, metode, serta
ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk melindungi aset, memastikan
akurasi data akuntansi, mendorong efisiensi, dan memastikan kepatuhan
terhadap kebijakan manajemen. Pengendalian internal bukanlah suatu
kejadian tunggal, melainkan serangkaian tindakan yang meresap dalam
aktivitas entitas.
- Tujuan
Pengendalian Internal (Relevan untuk Audit): Meskipun pengendalian
internal mencakup tujuan operasi dan kepatuhan, fokus utama auditor dalam
audit laporan keuangan adalah pada pengendalian yang berkaitan dengan keandalan
pelaporan keuangan. Namun, pengendalian terkait operasi dan kepatuhan
juga bisa relevan jika berdampak pada data yang digunakan auditor dalam
menerapkan prosedur audit atau mengevaluasi kewajaran laporan keuangan.
Tujuan pengendalian internal dalam konteks pelaporan keuangan adalah untuk
memastikan bahwa transaksi dicatat dengan benar, aset dilindungi dari
penggunaan atau pelepasan yang tidak sah, dan laporan keuangan disusun
sesuai dengan kerangka pelaporan yang berlaku.
- Komponen
Pengendalian Internal: Kerangka kerja pengendalian internal yang
paling luas diakui adalah yang dikembangkan oleh Committee of Sponsoring
Organizations of the Treadway Commission (COSO). Kerangka ini, yang juga
dirujuk dalam standar audit, mengidentifikasi lima komponen pengendalian
internal yang saling terkait :
- Lingkungan
Pengendalian (Control Environment): Menetapkan "nada di
puncak" organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian personelnya.
Ini mencakup integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi,
partisipasi dewan komisaris atau komite audit, filosofi dan gaya operasi
manajemen, struktur organisasi, serta penetapan wewenang dan tanggung
jawab. Lingkungan pengendalian merupakan fondasi bagi semua komponen
lainnya.
- Penilaian
Risiko (Risk Assessment): Proses identifikasi dan analisis risiko
relevan oleh manajemen untuk mencapai tujuan entitas, membentuk dasar
bagaimana risiko harus dikelola.
- Aktivitas
Pengendalian (Control Activities): Kebijakan dan prosedur yang
membantu memastikan arahan manajemen dilaksanakan. Contohnya termasuk
otorisasi transaksi, reviu kinerja, pemrosesan informasi, pengendalian
fisik aset, dan pemisahan tugas.
- Informasi
dan Komunikasi (Information and Communication): Identifikasi,
penangkapan, dan pertukaran informasi dalam bentuk dan waktu yang
memungkinkan personel melaksanakan tanggung jawab mereka. Sistem
informasi yang relevan dengan pelaporan keuangan mencakup metode dan
catatan untuk mencatat, memproses, meringkas, dan melaporkan transaksi
entitas.
- Pemantauan (Monitoring Activities): Proses penilaian kualitas kinerja pengendalian internal sepanjang waktu. Ini melibatkan penilaian desain dan operasi pengendalian secara tepat waktu dan pengambilan tindakan korektif yang diperlukan.
- Relevansi
dalam Audit: Pemahaman atas pengendalian internal sangat krusial bagi
auditor. Standar Audit (SA 315 Revisi) mewajibkan auditor untuk memperoleh
pemahaman tentang pengendalian internal yang relevan dengan audit.
Pemahaman ini digunakan untuk:
- Mengidentifikasi
jenis potensi salah saji.
- Mempertimbangkan
faktor-faktor yang mempengaruhi risiko salah saji material (RoMM).
- Merancang sifat, saat, dan luas prosedur audit selanjutnya (pengujian pengendalian dan substantif). Auditor tidak bertujuan untuk memberikan opini atas efektivitas pengendalian internal dalam audit laporan keuangan standar , melainkan menggunakan pemahaman tersebut sebagai dasar penilaian risiko. Jika auditor menemukan defisiensi signifikan dalam pengendalian internal selama audit, ia wajib mengkomunikasikannya kepada manajemen dan TCWG. Pemahaman dan pengujian pengendalian internal, oleh karena itu, bukanlah tujuan akhir audit, melainkan sarana penting untuk menilai risiko dan merancang prosedur audit substantif yang efektif dan efisien.
Keterkaitan antara materialitas, risiko audit, dan bukti
audit menjadi inti dari strategi audit. Auditor harus menyeimbangkan ketiga
konsep ini. Keputusan mengenai tingkat materialitas akan mempengaruhi penilaian
risiko auditor, yang pada gilirannya akan menentukan jumlah dan jenis bukti
audit yang perlu dikumpulkan untuk mengurangi risiko audit ke tingkat yang
dapat diterima. Hubungan dinamis ini menuntut pertimbangan profesional yang
cermat di setiap tahapan audit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar